Pengobatan penyembuhan memakai hydroxychloroquine membuat tingkatan kematian lebih besar pada penderita virus corona. Penyembuhan dengan memakai hydroxychloroquine ini pernah dipuji Presiden Amerika Serikat Donald Trump.
Tetapi, bagi suatu riset terhadap ratusan penderita di pusat kesehatan US Veterans Health Administration menampilkan keadaan yang berbeda. Penderita yang memerlukan ventilator mekanis lebih sedikit dibanding angka kematian penderita yang memakai obat hydroxychloroquine, serta mereka yang tidak komsumsi obat itu.
Riset tersebut didanai oleh National Institutes of Health serta University of Virginia. Dalam riset ini, membahas grafik kedokteran para veteran, yang diterbitkan Selasa (28/4/2020) di Medrxiv.org, server pra- cetak, yang berarti tidak diterbitkan dalam harian kedokteran.
Mengutip CNN, Rabu (29/4/2020), dalam riset terhadap 368 penderita, sebanyak 97 penderita Covid- 19 memakai penyembuhan hydroxychloroquine dengan tingkatan kematian 27,8 persen. Sebaliknya sebanyak 158 penderita yang tidak memakai obat mempunyai tingkatan kematian 11,4 persen.
"Kenaikan kematian secara totalitas diidentifikasi pada penderita dengan hydroxychloroquine saja," tulis pada penulis yang bekerja di Columbia VA Health Care System, California Selatan, University of South Carolina serta University of Virginia.
Para periset memperhitungkan penemuan ini menyoroti berartinya menunggu hasil riset prospektif yang dicoba secara acak serta terkendali terhadap hydroxychloroquine bagaikan obat corona.
Tidak hanya itu, periset pula memandang khasiat apakah pemakaian hydroxychloroquine ataupun campuran hydroxychloroquine dengan antibiotik azithromycin, mempunyai dampak pada penderita yang butuh memakai ventilator."
Dalam riset ini, kami tidak menciptakan kalau pemakaian hydroxychloroquine, baik dengan ataupun tanpa azitromisin (antibiotik), bisa kurangi resiko pemakaian ventilator mekanik pada penderita Covid-19 di rumah sakit," tulis penulis.
Presiden Amerika Serikat Donald Trump pernah menyanjung penyembuhan dengan memakai hydroxychloroquine. Tetapi rupanya pengobatan penyembuhan memakai hydroxychloroquine membuat tingkatan kematian lebih besar pada penderita virus corona.
Tetapi, bagi suatu riset terhadap ratusan penderita di pusat kesehatan US Veterans Health Administration menampilkan keadaan yang berbeda. Penderita yang memerlukan ventilator mekanis lebih sedikit dibanding angka kematian penderita yang memakai obat hydroxychloroquine, serta mereka yang tidak komsumsi obat itu.
Riset tersebut didanai oleh National Institutes of Health serta University of Virginia. Dalam riset ini, membahas grafik kedokteran para pensiunan, yang diterbitkan Selasa( 28/4/2020) di Medrxiv.org, server pra-cetak, yang berarti tidak diterbitkan dalam harian kedokteran.
Mengutip CNN, Rabu (29/4/2020), dalam riset terhadap 368 penderita, sebanyak 97 penderita Covid- 19 memakai penyembuhan hydroxychloroquine dengan tingkatan kematian 27,8 persen. Sebaliknya sebanyak 158 penderita yang tidak memakai obat mempunyai tingkatan kematian 11,4 persen.
"Kenaikan kematian secara totalitas diidentifikasi pada penderita dengan hydroxychloroquine saja," tulis pada penulis yang bekerja di Columbia VA Health Care System, California Selatan, University of South Carolina serta University of Virginia.
Para periset memperhitungkan penemuan ini menyoroti berartinya menunggu hasil riset prospektif yang dicoba secara acak serta terkendali terhadap hydroxychloroquine bagaikan obat corona.
Tidak hanya itu, periset pula memandang khasiat apakah pemakaian hydroxychloroquine ataupun campuran hydroxychloroquine dengan antibiotik azithromycin, mempunyai dampak pada penderita yang butuh memakai ventilator.
Hydroxychloroquine sudah digunakan sepanjang sebagian dekade buat menyembuhkan penderita dengan penyakit semacam malaria, lupus, serta rheumatoid arthritis. Semenjak hydroxychloroquine digembar-gemborkan Trump bagaikan obat yang menjanjikan, dokter sudah memperingatkan kalau khasiat obat tersebut masih butuh buat dipelajari buat memandang apakah obat ini bekerja dengan baik serta nyaman untuk penderita.
Dalam riset terkini yang lain, para oeneliti di Perancis mengecek rekam kedokteran sebanyak 181 penderita Covid- 19 yang mengidap pneumonia serta memerlukan oksigen bonus. Dekat separuh dari penderita itu, memakai hydroxychloroquine dalam waktu 48 jam sehabis dirawat di rumah sakit, sebaliknya separuh penderita yang lain tidak diberi obat itu.
Ditemui tidak terdapat perbandingan yang signifikan dalam tingkatan kematian antara kedua kelompok tersebut, ataupun kesempatan penderita buat dirawat di unit perawatan intensif. Kendati demikian, ditemui 8 penderita yang memakai hydroxychloroquine hadapi irama jantung yang abnormal serta wajib menyudahi meminumnya.
Riset tentang khasiat hydroxychloroquine bagaikan obat corona, untuk penderita Covid-19 masih belum ditinjau secara mendalam ataupun diterbitkan dalam harian kedokteran.
Tetapi, bagi suatu riset terhadap ratusan penderita di pusat kesehatan US Veterans Health Administration menampilkan keadaan yang berbeda. Penderita yang memerlukan ventilator mekanis lebih sedikit dibanding angka kematian penderita yang memakai obat hydroxychloroquine, serta mereka yang tidak komsumsi obat itu.
Riset tersebut didanai oleh National Institutes of Health serta University of Virginia. Dalam riset ini, membahas grafik kedokteran para veteran, yang diterbitkan Selasa (28/4/2020) di Medrxiv.org, server pra- cetak, yang berarti tidak diterbitkan dalam harian kedokteran.
Mengutip CNN, Rabu (29/4/2020), dalam riset terhadap 368 penderita, sebanyak 97 penderita Covid- 19 memakai penyembuhan hydroxychloroquine dengan tingkatan kematian 27,8 persen. Sebaliknya sebanyak 158 penderita yang tidak memakai obat mempunyai tingkatan kematian 11,4 persen.
"Kenaikan kematian secara totalitas diidentifikasi pada penderita dengan hydroxychloroquine saja," tulis pada penulis yang bekerja di Columbia VA Health Care System, California Selatan, University of South Carolina serta University of Virginia.
Para periset memperhitungkan penemuan ini menyoroti berartinya menunggu hasil riset prospektif yang dicoba secara acak serta terkendali terhadap hydroxychloroquine bagaikan obat corona.
Tidak hanya itu, periset pula memandang khasiat apakah pemakaian hydroxychloroquine ataupun campuran hydroxychloroquine dengan antibiotik azithromycin, mempunyai dampak pada penderita yang butuh memakai ventilator."
Dalam riset ini, kami tidak menciptakan kalau pemakaian hydroxychloroquine, baik dengan ataupun tanpa azitromisin (antibiotik), bisa kurangi resiko pemakaian ventilator mekanik pada penderita Covid-19 di rumah sakit," tulis penulis.
Tanggapan Donald Trump Terkait Hydroxychloroquine
Presiden Amerika Serikat Donald Trump pernah menyanjung penyembuhan dengan memakai hydroxychloroquine. Tetapi rupanya pengobatan penyembuhan memakai hydroxychloroquine membuat tingkatan kematian lebih besar pada penderita virus corona.
Tetapi, bagi suatu riset terhadap ratusan penderita di pusat kesehatan US Veterans Health Administration menampilkan keadaan yang berbeda. Penderita yang memerlukan ventilator mekanis lebih sedikit dibanding angka kematian penderita yang memakai obat hydroxychloroquine, serta mereka yang tidak komsumsi obat itu.
Riset tersebut didanai oleh National Institutes of Health serta University of Virginia. Dalam riset ini, membahas grafik kedokteran para pensiunan, yang diterbitkan Selasa( 28/4/2020) di Medrxiv.org, server pra-cetak, yang berarti tidak diterbitkan dalam harian kedokteran.
Mengutip CNN, Rabu (29/4/2020), dalam riset terhadap 368 penderita, sebanyak 97 penderita Covid- 19 memakai penyembuhan hydroxychloroquine dengan tingkatan kematian 27,8 persen. Sebaliknya sebanyak 158 penderita yang tidak memakai obat mempunyai tingkatan kematian 11,4 persen.
"Kenaikan kematian secara totalitas diidentifikasi pada penderita dengan hydroxychloroquine saja," tulis pada penulis yang bekerja di Columbia VA Health Care System, California Selatan, University of South Carolina serta University of Virginia.
Hydroxychloroquine, Perlu Dilakukan Peninjauan Lebih Lanjut
Para periset memperhitungkan penemuan ini menyoroti berartinya menunggu hasil riset prospektif yang dicoba secara acak serta terkendali terhadap hydroxychloroquine bagaikan obat corona.
Tidak hanya itu, periset pula memandang khasiat apakah pemakaian hydroxychloroquine ataupun campuran hydroxychloroquine dengan antibiotik azithromycin, mempunyai dampak pada penderita yang butuh memakai ventilator.
Hydroxychloroquine sudah digunakan sepanjang sebagian dekade buat menyembuhkan penderita dengan penyakit semacam malaria, lupus, serta rheumatoid arthritis. Semenjak hydroxychloroquine digembar-gemborkan Trump bagaikan obat yang menjanjikan, dokter sudah memperingatkan kalau khasiat obat tersebut masih butuh buat dipelajari buat memandang apakah obat ini bekerja dengan baik serta nyaman untuk penderita.
Dalam riset terkini yang lain, para oeneliti di Perancis mengecek rekam kedokteran sebanyak 181 penderita Covid- 19 yang mengidap pneumonia serta memerlukan oksigen bonus. Dekat separuh dari penderita itu, memakai hydroxychloroquine dalam waktu 48 jam sehabis dirawat di rumah sakit, sebaliknya separuh penderita yang lain tidak diberi obat itu.
Ditemui tidak terdapat perbandingan yang signifikan dalam tingkatan kematian antara kedua kelompok tersebut, ataupun kesempatan penderita buat dirawat di unit perawatan intensif. Kendati demikian, ditemui 8 penderita yang memakai hydroxychloroquine hadapi irama jantung yang abnormal serta wajib menyudahi meminumnya.
Riset tentang khasiat hydroxychloroquine bagaikan obat corona, untuk penderita Covid-19 masih belum ditinjau secara mendalam ataupun diterbitkan dalam harian kedokteran.